Selasa, 18 November 2014

persemaian bibit lamtoro ( leucaena leucocephala)


BAB I
PENDAHULUAN
Latar  Belakang
            Kegiatan  penanaman  dalam  rangka  pembangunan  kehutanan  dengan  jenis unggulan  lokal sampai  saat  ini  masih  terbatas.  Salah  satu  kendala  yang  dihadapi  adalah  masalah pengadaan  bibit  dalam  jumlah  yang  cukup dan  dalam  waktu  yang  diperlukan.  Dari  sumber benih  yan g ada saat  ini  belum  dapat  memenuhi  kebutuhan  benih  yang  diperlukan  terutama benih  yang  bermutu  sesuai  dengan  yang  dipersyaratkan.  Setelah  pembangunan  sumber benih,  kegiatan  yang  harus  dilakukan  adalah  pemeliharaan  sumber  benih. Dengan demikian, pemeliharaan harus dilakukan secara berkelanjutan dan tepat waktu
Persemaian atau pembibitan merupakan salah satu tahapan dalam sistem silvikultur. Sistem silvikultur apa saja yang diterapkan pasti akan melaksanakan kegiatan persemaian atau pengadaan bibit.  Dalam konteks pengelolaan hutan produksi lestari, persemaian atau pengadaan bibit merupakan  salah satu tahapan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan bibit bagi kegiatan penanaman,  baik rehabilitasi maupun pengayaan guna mengembalikan kondisi hutan agar mendekati kondisi sebelum dilakukannya pemanenan. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk menjamin keberlanjutannya fungsi  produksi pada rotasi berikutnya. Selain itu, kegiatan persemaian juga dipersiapkan  untuk menghasilkan bibit  yang akan digunakan untuk merehabilitasi tempat-tempat terbuka,  sehingga dapat mempercepat proses penutupan tanah, yang pada akhirnya akan menurunkan laju erosi. Dari sisi ini, kegiatan persemaian juga berfungsi  menjamin keberlanjutan  fungsi lingkungan. Dari aspek penggunaan tenagakerja atau kesempatan berusaha, kegiatan  persemaian juga merupakan salah satu  indikator yang menunjukkan  upaya  guna mendukung tercapainya kelestarian fungsi sosial.
Dalam sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TTPI), kegiatan persemaian/pembibitan merupakan tindak lanjut dari hasil inventarisasi tegakan tinggal (ITT) yang dilaksanakan dua tahun setelah pemanenan. Hasil kegiatan ITT akan memberikan gambaran berapa luas  areal yang harus di rehabiitasi dan berapa luas yang harus dilakukan pengayaan. Dari luasan tersebut, kemudian dengan pertimbangan jarak tanam yang akan digunakan, maka dapat dihitung kebutuhan bibit yang harus dipersiapkan.
Untuk memberikan pemahaman yang sama menyangkut dalam kaitannya dengan  kegiatan persemaian/pembibitan, maka di bawah ini diberikan beberapa pengertian atau definisi menyangkut beberapa istilah yang digunakan dalam persemaian :
  1. Pengadaan bibit adalah kegiatan yang meliputi penyiapan sarana, prasarana, pengumpulan bibit berkualitas baik berupa biji maupun anakan alam (wilding) ataupun teknik lainnya yang diperuntukkan sebagai penyedia materi (bibit) khususnya dalam kegiatan penanaman, pengayaan (enrichment planting), rehabilitasi hutan maupun peruntukan lainnya.
  2. Persemaian adalah suatu areal pemeliharaan bibit yang lokasinya tetap dan dibangun dengan peralatan yang rapi  dan teratur yang berkaitan dengan kegiatan penghutanan kembali areal tanah kosong dan rusak ataupun peruntukan lainnya.
  3. Bibit adalah tanaman anakan yang akan dibudidayakan.
  4. Bedeng tabur adalah suatu bedengan yang berisi media tanah, guna membiakkan biji.
  5. Bedeng sapih adalah bedengan tempat diletakannya polybag yang berisi bibit yang berasal dari bedeng tabur maupun anakan yang berasal dari kebun bibit guna mempersiapkan ukuran dan mutu bibit yang memadai untuk pengayaan, rehabilitasi ataupun peruntukan lainnya.
  6. Media semai adalah media yang berupa tanah, gambut, sekam yang dipersiapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk bibit, biji dapat tumbuh dengan baik.
  7. Biji adalah suatu bakal benih yang berasal dari tegakan benih atau pohon induk yang belum dikenai perlakuan khusus atau belum disortir.
  8. Pembiakkan vegetatif adalah pembibitan yang menggunakan bahan tanaman stek yang diproduksi dari kebun pangkas.
         BAB II
   ISI
Persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Penanaman benih ke lapangan dapat dilakukan secara langsung (direct planting) dan secara tidak langsung yang berarti harus disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian. Penanaman secara langsung ke lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji (benih) tersebut berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah.
Meskipun ukuran benih besar tetapi kalau jumlahnya terbatas, maka benih tersebut seyogyanya disemaikan terlebih dulu. Pemindahan/penanaman bibit berupa semai dari persemaian ke lapangan dapat dilakukan setelah semai-semai dari persemaian tersebut sudah kuat (siap ditanam), misalnya untuk Pinus merkusii setelah tinggi semai antara 20-30 cm atau umur semai 8 – 10 bulan. Pengadaan bibit/semai melalui persemaian yang dimulai sejak penaburan benih merupakan cara yang lebih menjamin keberhasilan penanaman di lapangan. Selain pengawasannya mudah, penggunaan benih-benih lebih dapat dihemat dan juga kualitas semai yang akan ditanam di lapangan lebih terjamin bila dibandingkan dengan cara menanam benih langsung di lapangan.
Teknik Persemaian
Teknik pengadaan bibit yang dapat dilakukan antara lain :
1. Biji
  • Biji sebaiknya dikumpulkan dari pohon induk yang berbatang lurus, percabangan tinggi, bertajuk lebat, sehat dan sudah cukup umur. Kalau benih dibeli dari produsen benih yang mempunyai sertifikat yang jelas.
  • Biji yang telah terkumpul/dibeli segera diangkut ke persemaian dan diseleksi untuk memilih biji yang baik.
  • Benih yang bermutu baik mempunyai daya kecambah tinggi 80% dengan kemurnian tinggi yang diwujudkan dalam bentuk biji tidak berlubang, tengelam bila dimasukkan air, besar dan bijinya seragam.
  • Untuk memperoleh benih yang unggul lewat program pemuliaan, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Keperluan benih jangka pendek:
Benih-benih yang diperoleh melalui pemilihan dan penunjukan pohon plus, tegakan-tegakan yang baik, tegakan benih dan sumber provenans.
b. Keperluan benih jangka panjang:
Usaha-usaha memperoleh benih yang benar-benar unggul, lewat serangkaian kegiatan pemuliaan pohon hingga pembuatan kebun-kebun benih.
2. Puteran
  • Pengadaan bibit dengan sistem puteran dilaksanakan jika ada keperluan bibit tertentu untuk kegiatan penanaman khusus atau pencapaian target bibit.
  • Sasaran pengadaan bibit adalah penyiapan bahan tanaman bagi kegiatan penanaman, pengayaan dan rehabilitasi.
  • Jenis bibit yang disemaikan adalah dari jenis pohon yang ditebang atau jenis-jenis yang memiliki keunggulan komersil.
  • Bahan bibit puteran dapat berasal dari  biji, cabutan, atau stek.
  • Bibit yang sudah diputer dibawa ke persemaian untuk dilakukan penyesuaian lingkungan.
  • Setelah bibit dirawat di persemaian dan sudah siap tanam, maka bibit puteran tersebut dapat dibawa kelokasi penanaman.
3. Cabutan
  • Pengumpulan dilakukan terhadap anakan alam disekitar pohon induk dengan radius maksimum 10 meter dari proyeksi tajuk pohon induk.
  • Anakan alam biasanya memiliki tinggi 15–30 cm dengan jumlah daun  2–5 lembar.
  • Sebaiknya dilakukan pada saat musim penghujan atau tanah masih basah/lembab.
  • Anakan dicabut dengan hati–hati yang dilakukan dengan pencabutan lurus sejajar batangnya dan diusahakan agar akarnya tidak putus.
  • Anakan alam yang telah dipungut hendaknya segera diangkut ke lokasi bedeng sapih.
  • Anakan yang telah dipungut, diatur, disusun searah dimana akar dengan akar dan daun dengan daun.
4. Stek
  • Pembuatan bedeng kebun pangkas
  1. Ukuran bedeng (1.5–2 meter)x6 meter dengan arah utara–selatan dan jarak antar bedeng 0.6 meter dan disekeliling bedeng agar diberi penahan yang terbuat dari papan dengan  tinggi dari permukaan tanah ±15 cm.
  2. Setiap bedeng agar diberi atap sebagai pelindung bibit dari matahari dan air hujan secara langsung. Terbuat dari bahan yang tahan lama seperti sarlon, diisi campuran media setinggi ± 20 cm.
  3. Media yang digunakan untuk kebun pangkas adalah campuran top soil, sekam , gambut dengan perbandingan 6 : 3 : 1.
  4. Perbandingan antara luas lahan untuk keperluan jalan inspeksi dengan luas bedengan adalah 1 : 3
  5. Bahan tanaman kebun pangkas sebaiknya bibit – bibit vegetatif atau bibit dari biji yang berasal dari pohon induk yang  fenotipnya bagus.
  • Pembuatan stek
  1. Bahan stek diambil dari anakan yang berasal dari kebun pangkas harus bersifat juvenille atau muda dan tunas autotrop bukan cabang. Untuk tahap pertama tiap bibit dapat menghasilkan ± 14 stek .
  2. Untuk meningkatkan mutu bibit stek yang dihasilkan dari kebun pangkas dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai bahan pembuatan kebun pangkas. Dipilih bibit yang pertumbuhannya seragam baik fungsi maupun jumlah daunnya.
  3. Ukuran bak stek dengan media padat dan media air (water rooting system) adalah 1 x 2 meter dengan tinggi 0.6 m . Dalam rangka menstabilkan suhu media konstruksi bak stek agar dibuat dengan dinding beton selebar ±10 Cm
  4. Naungan perlu diberikan supaya intensitas cahaya yang masuk kedalam stek tidak terlalu tinggi (optimum 50%). Untuk penaungan ini dapat digunakan plastik transparan berwarna putih.
  5. Jarak tanam bak stek 5 x 5 Cm.
  • Bahan vegetatif tanaman (tunas pucuk) untuk pembuatan stek pucuk dapat diperoleh dari beberapa sumber :
  1. Kebun Pangkas
  2. Persemaian (pemangkasan bergulir)
  3. Semai alami
5. Kultur Jaringan
  • Memilih dan menyiapkan tanaman induk sebagai sumber eksplan.
  • Menyiapkan media kultur
  • Sterilisasi eksplan.
  • Inisiasi kultur atau culture establishment.
  • Multiplikasi atau perbanyakan propagasi (bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio).
  • Pemanjangan tunas induksi dan perkembangan akar.
  • Aklimatisasi ke lingkungan eksternal (green house).
VI. PELAKSANAAN KEGIATAN PERSEMAIAN
a. Persiapan Pembuatan Persemaian
o   Persiapan Kegiatan Pembersihan lapangan dari rumput, gulma dan semak belukar yang mengganggu.
    • Pengumpulan top soil guna pengisian bedeng tabur, bedeng semai dan polibag.
    • Pemagaran calon lokasi persemaian, gudang, gubuk kerja, dan sebagainya.
    • Pembuatan papan/plang nama persemaian, bedeng tabur, bedeng sapih.
    • pemasangan jaringan pengairan seperti : penentuan sumber air, penyiapan pompa air dan saluran – salurannya.
b. Pembuatan bedengan
Untuk beberapa jenis biji halus/sangat kecil harus ditabur dalam bak – bak penaburan dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m atau sesuai dengan kebutuhan dan ditempatkan di atas rak berukuran 5 m x 1 m atau sesuai dengan kebutuhan.
Untuk biji/benih  yang berukurean besar  yang memerlukan bedeng tabur maka   bedeng tabur dibuat  :
  • Penyiapan tanah untuk bedeng tabur ukuran 5 x 1 meter atau sesuai dengan kebutuhan dengan arah yang seragam.
  • Tanah dicangkul dan digemburkan sampai menjadi halus, ringan semua akar, batu dibuang.
  • Pada tepi bedengan diperkuat dengan batu, kayu, bambu dengan permukaan bedeng ditinggikan 10 s/d 15 cm dari permukaan tanah dan sekitarnya.
  • Jarak antara bedeng bedeng diberi jalur antara selebar 0,5 m dan setiap 5 – 10 bedeng dibuat jalur inspeksi selebar 2 meter.
  • Saluran air dibuat sepanjang kanan kiri jalan inspeksi.
  • Bagi benih yang membutuhkan naungan bedeng tabur perlu diberi atap yang dibuat miring.
  • Apabila tanah kurang gembur bisa dicampur dengan pasir dengan perbandingan pasir dengan tanah = 1:3.
  • Sebelum biji ditabur sebaiknya lima hari sebelumnya diadakan sterilisasi media yakni dengan mencampur tiap 1 m2 tanah dengan 4 liter campuran formalin dan air (perbandingan campuran satu liter formalin dicampur 14 liter air) kemudian ditutup dan didiamkan selam 3 hari. Setelah lima hari baru benih dicampur.
c. Pembuatan bedeng sapih
  • Menyiapkan tanah untuk bedeng sapih dengan ukuran 5 x 1 meter dan arah bedeng sapih seragam.
  • Bedeng sapih dibersihkan dari tanaman dan akar–akaran serta diratakan sehingga datar.
  • Pada tepi bedeng sapih ditandai dengan kayu setinggi 20 cm.
  • Mengisi polibag dengan tebal 0.4 m meter ukuran 7 cm atau 10 cm tinggi kantong. Pada pengisian kantong untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sapihan dapat ditambahkan pupuk phospat dengan ukuran 1 gram tiap polibag.
  • Pada bagian pinggir disekitar dasar kantong plastik tersebut masing–masing diberi lubang antara 12–18 lubang.
  • Untuk jenis yang tidak memerlukan penyapihan maka bibitnya langsung dicabut dari bedeng tabur ke lokasi penanaman.
  • Untuk mempermudah dalam transportasi bibit dianjurkan untuk memakai kontainer dimaksudkan untuk menghindari kerusakan bibit waktu pengangkutan, sebab kontainer tersebut dapat lansung diangkat tanpa mengubah pot–pot bibit . Selain itu juga berguna memudahkan penyiangan rumput.
  • Setiap bedeng sapih diberi papan/plang keterangan yang memuat nama, jenis, tanggal penyapihan dan nomor bedengan.
Dalam proses pembuatan persemaian yang menentukan keberhasilan pertumbuhan dari benih yang akan ditanam adalah tergantung dari jarak penanaman, karena jika kita menanam benih jarak antar benih satu dan yang lainnya berdekatan maka pertumbuhan kecambahnya tidak akan maksimal, karena dapat saja terjadi perebutan unsure hara antar benih tesebut. Selain hal tersebut penyiraman juga menentukan, karena sifat dari benih kenari yang memiliki dormansi yang lama, hal yang harus dilakukan agar dorman tersebut hilang didalam penanaman benih ini harus selalu disiram.
Leucaena leucocephala (Lamtoro) sepanjang sejarahnya mempunyai beberapa nama botani, yaitu Leucaena glauca dan Leucaena latisiliqua. Spesies ini tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas “common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan tipe varietas Peru. Taksonomi Leucaena yang ada sebelumnya sangat membingungkan dan menyesatkan sehingga menghambat dalam pemanfaatannya, perbaikan genetik, dan konservasinya.
Selama 2 abad yang didalam literatur tumbuhan dilaporkan ada 51 species tetapi yang valid/yang diakui hanya 10 species (L. leucocephala, L. pulverulenta, L. diversifolia, L. lanceolata, L. collinsii, L. esculenta, L. macrophylla, L. retusa, L. shannoni dan L. trichodes)   sedang yang sisanya diragukan merupakan species lain, dan diduga merupakan nama lain dari yang Leucaena yang sudah ada. Beberapa spesies baru yang ditemukan belum dilakukan deskripsi dan beberapa yang belum terdiskripsi telah digunakan untuk pemuliaan dan perbaikan genetiknya. Colin Hughes dari Oxford Forestry Institute (OFI) melakukan revisi taxonomi Leucaena. Dari penelitian mengenai taxonomi Leucaena menyimpulkan bahwa Leucaena terdiri dari 22 species dengan 6 intraspecific taxa (subspecies dan varietas).

 

TaksonomiIlmiah
 Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Genus: Leucaena
Spesies: L. leucocephala
Nama Lokal: Petai cina,
Lamtoro,Peuteuy selong,
  Kalandingan.
           
Di Indonesia tidak banyak spesies Leucaena yang di budidayakan secara luas, yang paling umum adalah L. leucocephala dan varietasnya seperti L. leucocephala var. K28 atau yang dikenal dengan Lamtoro Gung, jenis ini tidak tahan terhadap kutu loncat, kemudian L. diversifolia mulai dibudidayakan, adalah jenis yang relatif lebih tahan terhadap kutu loncat, dapat tumbuh lebih baik dibanding L. leucocephala pada kelerengan yang makin terjal. Sehingga pada tahun 80-an telah dicoba dilakukan okulasi antara L. leucocephala x L. diversifolia kedua jenis Leucaena tersebut di Ciawi, tujuannya untuk mendapatkan tanaman yang tahan kutu loncat. Walaupun keberhasilan okulasi tersebut sangat tinggi, etapi tanaman hasil okulasi yang tahan kutu lont relatif rendah mungkin masih ada pengaruh dari batang bawah. Hibrid Leucaena yang telah dikenal lainnya adalah KX2 hasil persilangan L. leucocephala x L. pallida, KX3 dari hasil persilangan antara L. leucocephala dengan L. diversifolia Kelebihan dari hibrid ini antara lain adalah tahan kutu loncat, produksi lebih tinggi dibanding L. leucocephala. Tetapi kebanyakan Leucaena hibrid produksi bijinya kurang/sedikit. Leucaena KX2 hibrid, generasi berikutnya akan mengalami segregasi bila ditanam menggunakan biji, sehingga disarankan menggunakan bahan vegetatif untuk perbanyakannya. Menanam Lamtoro ini cukup mudah. Suku polong-polongan ini dapat tumbuh subur di daerah ketinggian 1-1500 m dpl. Tanaman ini juga tidak terkait dengan musim karena dapat tumbuh pada segala musim asalkan masih berkisar pada suhu 25-30 o C. Tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji dan dengan pemindahan anakan. Saking mudahnya tumbuh, di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah trubus, setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak. Tidak banyak hama yang menyerang tanaman ini, akan tetapi lamtoro teristimewa rentan terhadap serangan hama kutu loncat (Heteropsylla cubana). Serangan hama ini di Indonesia di akhir tahun 1980an, telah mengakibatkan habisnya jenis lamtoro ‘lokal’ di banyak tempat.
Secara biologis, ada 2 cara tanaman lamtoro/petai cina dikembangbiakkan yaitu secara generative dan vegetative. Akan tetapi, apabila dikembangkan melalui cara vegetative yaitu dengan cangkok dan stek, akan banyak mengalami berbagai kegagalan.
Cara generative yaitu dengan menumbuhkan biji yang merupakan salah satiu cara paling umum untuk mengembangkan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri dan silang. Bijinya disebarkan di salah satu medium, lalu disiram dengan air secukupnya, kemudian dijaga kelembaban tanahnya, dan terakhir dipupuk dengan pupuk organik. Perkembangbiakan ini merupakan salah satu metode yang paling praktis dan mudah untuk mendapatkan bibit tanaman dalam jumlah yang cukup besar.
Pengembangan dengan biji tersebut mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Pohonnya kuat karena mempunyai susunan akar yang baik.
b. Tidak mudah mengalami stagnasi akibat kekeringan karena memiliki akar yang dalam.
Biji lamtoro yang akan dijadikan benih harus dipilih dari lamtoro yang berasal dari tanaman yang induknya tumbuh dengan baik, buahnya lebat, dan berukuran panjang sehingga jumlah biji yang terkandung di tiap buah lamtoro itu banyak dan ukuran bijinya besar (bibit unggul). Biji harus sehat atau tidak cacat dan berasal dari buah lamtoro yang benar-benar sudah tua.
Cara memilih biji-biji yang akan digunakan menjadi benih yaitu 1/3(sepertiga) polong paling atas tidak digunakan, karena akan menghasilkan pohon yang masa berbuahnya lambat.
Biji harus disemaikan terlebih dahulu sebelumditanam di lapangan sehingga dapat diseleksi daya pertumbuhannya (germination capacity). Cara penyemaian dapat dilakukan dengan 3 perlakuan, yaitu dengan penyemaian di tanah, penyemaian di kotak berisi media pasir dan terakhir pada kantong plastic (polybag).
Terlebih dahulu, pilihlah tanah yang gambut untuk dibuat tempat persemaian dengan ukuran lebar sekitar 1m (secukupnya) dan panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Tempat penyemaian ini harus mendapatkan sinar matahari yang cukup terutama pagi hari dan siang hari.
Tanah persemaian ini diolah dengan kedalaman 10 cm dan dibuat bedengan (tempat khusus persemaian) sedemikian rupa sehingga air tidak menggenangi persemaian. Sebelum biji disemaikan, tanah persemaian dipercikkan secukupnya air sehingga tanah tersebut tidak mengalami erosi namun cukup basah. Selanjutnya, bibit-bibit lamtoro diletakkan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah sedemikian rupa sehingga biji lamtoro tersebut rata dengan tanah persemaian dengan jarak antar biji lamtoro sekitar 1x1 cm.
Tanah persemaian dijaga agar tetap agak basah namun jangan sampai tergenangi air, sebab biji petai mudah membusuk. Setelah kurang dari 6-7 hari maka biji akan mulai bekecambah. Gulma-gulma pengganggu pertumbuhan dihilangkan.
Setelah bibit lamtoro pada persemaian telah berdaun satu, maka selanjutnya dipindahkan dengan hati-hati ke pot yang sudah dipersiapkan sebelumnya yaitu pot yang telah berisi media tanah. Penyemaian di kotak dengan media pasir. Alat yang digunakan sebagai tempat persemaian biji dapat menggunakan kotak dari papan kayu. Isilah kotak dengan pasir yang ketebalannya sudah ditentukan yaitu sekitar 10 cm kemudian disirami air secukupnya sampai basah namun tidak tergenang. Agar tidak tergenag oleh air, maka dasar kotak harus diberi lubang sehingga air dapat mengalir keluar kotak. Kemudian biji-biji lamtoro tersebut di semaikan ke dalam pasir sedemikian rupa sehinngga permukaan biji rata dengan permukaan pasir. Usahakan jarak antara biji satu dengan biji yang lainnya sekitar 1x1 cm. usahakan agar proses persemaian ini terkena sinar matahari dan dijaga media pasir tersebut agar tetap agak basah.  Setelah biji lamtoro berkecambah, dan memiliki 1 daun kemudian secara hati-hati dipindahkan ke pot atau kantong plastic yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya, diperlakukan seperti biasa. pada kantong plastic (Polybag) Penyemaian dapat pula dilakukan pada polybag (kantong plastic) berukuran diameter 20 cm, tinggi 20-30 cm, dan tebalnya sekitar 0,08-0,12 mm. kantong plastic tersebut kemudian diisi dengan media berupa tanah subur yang gembur yang telah dicampur dengan pupuk kandang (kotoran kelinci) dengan perbandingan 1:1.
Bagian bawah dari kantong plastic tersebut kemudian dilubangi untuk jalan keluarnya air siraman, sehingga media tumbuh jangan selalu tergenang air siraman. Namun, tetap dijaga selalu agak basah. Tempat penyemaian ini harus terkena sinar matahari. Kemudian, letakkan biji lamtoro dengan cara membenamkan biji dalam medium tumbuh sedemikian rupa sehingga permukaan biji rata dengan permukaan media tumbuh. Tiap kantong plastic hanya diisi 2 biji lamtoro. Pelihara dan amati sampai biji berkecambah dan kemudian jika tanaman lamtoro tersebut sudah mencapai ketinggian 20 cm sudah siap dipindahkan atau ditanam ke lapangan dan sebagainya.




 

                                           






    





 

BAB III
                        KESIMPULAN
 Pertumbuhan tanaman lamtoro atau petai cina dapat diambil kesimpulan bahwa tanaman lamtoro dapat tumbuh dengan baik melalui biji (perkembangbiakan generative). Biji mulai berkecambah pada hari ke 6-8. Perkecambahannya agak lama karena tanaman ini merupakan tanaman tahunan. Pada proses penyemaian dan penanaman diperlukan beberapa kondisi lingkungan atau tempat tumbuh yang cukup baik agar proses pertumbuhan sesuai yang diinginkan, seperti tersedianya air yang cukup, sinar matahari dan oksigen yang cukup serta ditunjang dengan unsure-unsur hara dari tanah yang memadai.
Tanaman lamtoro merupakan salah satu tanaman yang cukup dikenal oleh masyarakat secara luas. Lamtoro memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai tanaman hias, tanaman pelindung, makanan ternak bahkan sebagai obat. Oleh karena itu, tanaman ini perlu untuk dibudidayakan dan dijaga kelestariannya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar